[ARTIKEL] MIGRAN MELAWAN!

Artikel Aliansi Migran Internasional (IMA) - Webinar May Day (Hari Buruh Internasional)

Webinar tentang Keadaan Perjuangan Pekerja Migran Melawan Eksploitasi Imperialis dan Perang

18 Mei 2025

Aliansi Migran Internasional (IMA) memperingati Hari Buruh Internasional tahun ini dengan mengorganisir dua sesi webinar bersama IMA USA, memungkinkan peserta dari seluruh dunia bisa berpartisipasi aktif dalam webinar. Webinar diadakan pada 10 Mei pukul 21:00 dan 11 Mei 2025, pukul 09:00, keduanya dalam waktu bagian Hong Kong, untuk mengakomodasi zona waktu yang berbeda. Perwakilan dari Kanada, AS, Amerika Latin, Eropa, dan Asia-Pasifik berbagi tentang kabar terbaru dari kondisi migran di wilayah mereka, perjuangan yang mereka hadapi, dan kampanye yang sedang mereka lakukan. Apa yang mereka sampaikan memperkuat realitas yang dihadapi oleh para migran dari daerah mereka masing-masing. Ada lebih dari 80 peserta yang menghadiri sesi webinar pertama dan kedua. Para peserta, yang terdiri dari anggota dan non-anggota IMA, aktif mengajukan pertanyaan dan berbagi pandangan mengenai presentasi dari para pembicara. Pertanyaan dan pernyataan dari peserta, bersama dengan jawaban yang diberikan oleh para pembicara, menekankan bahwa di tengah krisis politik, ekonomi, dan perang yang didukung oleh imperialis, migran terus berjuang dan tidak berhenti memperjuangkan hak yang adil dan setara.

Dalam dua sesi webinar, Antonio Arizaga dan Terry Valen dari IMA AS berbicara tentang memburuknya situasi migran di Amerika Serikat di bawah kebijakan era Trump. Antonio menekankan bagaimana kebijakan ini menyebabkan deportasi massal, penahanan besar-besaran, dan represi yang dilakukan oleh negara yang semakin meningkat. Terry menggarisbawahi dampak propaganda anti-migran yang menuding dan menyalahkan migran atas krisis yang dialami negara, dan merinci penundaan dan pembatalan besar-besaran pendaftaran pencari suaka dan pengungsi yang mempengaruhi lebih dari 900.000 orang. Migran terus menghadapi eksploitasi melalui pencurian upah, kerja tanpa dibayar, dan pemecatan yang tidak adil, sementara komunitas lokal juga menderita akibat pemotongan anggaran untuk layanan penting seperti pendidikan dan kesehatan. Saat kekuatan fasis dan kanan meningkat, kelompok-kelompok terpinggirkan seperti LGBTQ dan perempuan menjadi kambing hitam. Sebagai respon, komunitas migran menyerukan penghentian deportasi, perlawanan terhadap fasisme, penghentian intervensi luar negeri yang dilakukan oleh AS, dan perlindungan hak migran serta hak komunitas untuk hidup bermartabat.

Dalam sesi mereka masing-masing, pembicara dari Kanada, Viviana Medina dan Sabrina Qistina, menyoroti semakin meningkatnya marginalisasi dan diskriminasi yang dihadapi oleh pekerja migran dan mahasiswa internasional di Kanada. Kehilangan pekerjaan di kalangan migran semakin meningkat akibat regulasi yang tidak menguntungkan, sementara pekerja migran dijadikan kambing hitam untuk krisis perumahan dan mahasiswa internasional disalahkan atas persaingan mendapatkan pekerjaan. Antara 500.000 hingga 1,7 juta pekerja tanpa dokumen tetap diabaikan. Mereka sering kali terpaksa berada dalam status tanpa dokumen akibat kebijakan yang diklaim “melindungi.” Ini membuat mereka rentan terhadap eksploitasi dan kondisi kerja yang keras. Sabrina menekankan bahwa Kanada, seperti AS, memainkan peran ganda dalam krisis pengungsi global—baik sebagai penyebab maupun sebagai pihak yang diuntungkan—sambil juga memasok senjata ke Israel selama serangan genosida terhadap Gaza. Meskipun dalam kondisi yang menindas ini, migran terus melawan melalui pengorganisiran, solidaritas, dan aksi kolektif. Tuntutan utama mereka termasuk regulasi, perlindungan hak migran dan pengungsi, serta penghentian kekerasan (crackdown), penangkapan, dan deportasi.

Manuel Hidalgo dan Lina Cahuasqui dari MIREDES Internasional menjelaskan kondisi ekonomi dan politik yang mendorong migrasi dari Amerika Latin. Pengangguran yang meluas dan ketidakstabilan memaksa banyak orang untuk bermigrasi, terlepas dari kualifikasi mereka, hanya untuk mengalami eksploitasi sebagai tenaga kerja murah di pekerjaan yang berbahaya dan tidak aman. Meskipun kontribusi mereka yang signifikan terhadap ekonomi negara tuan rumah, pekerja migran menghadapi diskriminasi dan kurang mendapatkan dukungan serta hak yang esensial. Pemerintah tuan rumah mendapat manfaat dari tenaga kerja mereka, tetapi menolak untuk mengakui atau menegakkan hak dasar mereka. Sebagai respo, organisasi migran di seluruh Amerika Latin telah bersatu dan merumuskan tuntutan inti: regulasi penuh untuk semua migran tanpa dokumen. Organisasi-organisasi ini juga memperkuat aliansi dengan serikat pekerja dan gerakan akar rumput di negara tuan rumah untuk mendorong keadilan dan hak bagi komunitas migran.

Edgar Galliano dari IMA Eropa menekankan bahwa migrasi di Uni Eropa merupakan hal kompleks dan tidak dapat dilihat melalui satu sudut pandang. Sejak tahun 1980-an, kekurangan tenaga kerja yang disebabkan oleh populasi yang menua telah mendorong negara-negara Eropa untuk mendatangkan migran, dengan pola yang dipengaruhi oleh faktor sejarah dan politik. Negara-negara bekas penjajah cenderung menerima migran dari koloni jajahan mereka dulu, sementara negara bukan penjajah seperti Jerman dan Italia mengandalkan perjanjian bilateral atau jaringan religius untuk merekrut tenaga kerja migran. Migran ke Eropa tidak hanya terdiri dari pekerja, tetapi juga pengungsi dan pencari suaka, banyak diantaranya ditolak statusnya secara hukum dan diperintahkan untuk meninggalkan negara. Galliano juga menyoroti ancaman yang semakin besar dari pemerintah kanan yang anti-migran di seluruh Eropa. Tren yang sangat mengkhawatirkan adalah perekrutan migran muda ke dalam militer Eropa dengan janji kewarganegaraan, di tengah meningkatnya ketakutan dan persiapan untuk potensi perang dunia ketiga. Warga disarankan untuk mempersiapkan diri menghadapi konflik dengan mengumpulkan dokumen penting dan mempelajari metode komunikasi alternatif seperti penggunaan radio.

Aileen Miranda dari Migrante Timur Tengah melaporkan bahwa sekitar 29 juta migran dan pengungsi saat ini tinggal di Timur Tengah, dengan UEA memiliki rasio migran internasional tertinggi dibandingkan penduduk lokal. Masalah utama tetap pada sistem Kafala, yang mengikat pekerja kepada majikan mereka. Meskipun klaim pemerintah tentang reformasi, banyak migran masih memerlukan persetujuan majikan untuk berpindah pekerjaan, dan penyitaan paspor sangat umum terjadi, yang secara serius membatasi kebebasan bergerak pekerja migran. Pekerja migran sering menghadapi pencurian upah, penggantian kontrak, dan kondisi kerja yang tidak aman, dengan sedikit atau tanpa akuntabilitas dari majikan atau agen tenaga kerja. Situasi ini diperburuk oleh ketidakstabilan ekonomi regional dan konflik yang sedang berlangsung, yang meningkatkan kerentanan migran terhadap eksploitasi. Migran terus menderita dari ketidakadilan upah, kurangnya perlindungan, dan pembatasan dalam mengorganisir atau menyuarakan keluhan. Meskipun menghadapi kesulitan ini, pekerja migran tetap berupaya menantang akar penyebab migrasi paksa dan mengadvokasi alternatif yang berbasis hak, berpusat pada kemanusiaan terhadap sistem eksploitatif yang berlaku.

Terakhir, Joanna Concepcion, ketua Migrante Internasional, menekankan krisis ekonomi yang semakin buruk di Asia, di mana lebih dari 66% pekerja terjebak dalam pekerjaan informal, bergaji rendah, dan tidak aman dengan sedikit atau tanpa perlindungan sosial. Hal ini mendorong banyak orang untuk mencari pekerjaan di luar negeri dengan harapan mendapatkan penghasilan yang layak, karena kenaikan harga dan biaya hidup membuat perjuangan di negara asal semakin sulit. Sementara pemerintah mempromosikan jalur migrasi yang teratur sebagai alternatif yang lebih aman, Joanna menekankan bahwa baik migran teratur maupun tidak teratur menghadapi eksploitasi yang serupa di luar negeri—gaji yang tidak dibayar, ketidaksesuaian kontrak, pemotongan upah, penyalahgunaan, kerja paksa, dan kekerasan. Pekerja migran yang memperjuangkan hak mereka sering kali diabaikan atau ditekan. Sebagai respon, organisasi migran akar rumput bersatu untuk berjuang secara kolektif demi keadilan. Mereka menuntut solusi struktural jangka panjang yang mengatasi akar penyebab migrasi paksa, mendorong pembangunan nasional dan ekonomi yang nyata, menegakkan hak-hak rakyat, dan mengakhiri komodifikasi migran.

Previous
Previous

[PERNYATAAN] IMA Mengecam Deportasi Migran oleh Trump ke Libya dan Negara-Negara yang Dilanda Perang

Next
Next

[PERNYATAAN] Tidak Ada Batas dalam Perjuangan Buruh! Bangkit Melawan Eksploitasi dan Penindasan! Hancurkan Rantai Neoliberalisme! Bela Martabat Pekerja Migran!